Pangan rekayasa genetik dalam
hal ini disebut Genetically Modified Food (GM Food) merupakan derivat dari
Genetically Modified Organisms (GMOs). GMOs adalah organisme (tanaman, hewan,
mikroorganisme) ber-DNA yang telah diubah sehingga tidak sesuai dengan keadaan
aslinya dengan cara digabungkan oleh rekombinasi alami. Teknologi yang biasa
digunakan biasa disebut “bioteknologi modern” atau “teknologi gen”, terkadang
juga disebut “teknologi DNA rekombinan” atau “teknik DNA”. Cara ini dilakukan
agar gen individual terpilih bisa ditransfer dari organisme satu ke organisme
lain, bisa juga pada spesies yang tidak saling terkait. Makanan yang dihasilkan
dari atau menggunakan GMOs disebut dengan GM Foods atau pangan rekayasa
genetik. (WHO, 2014). Proses pembuatan pangan rekayasa genetik mirip dengan
pembiakan tanaman biasa. Pada program pembiakan tanaman transgenik, ratusan sel
dan tanaman digabungkan untuk membentuk sel baru yang berbeda (Bartholomaeus,
2013). Tujuan dari penggabungan gen ini adalah untuk menjadikan organisme
tersebut lebih unggul daripada sebelumnya, misalnya lebih tahan hama, lebih
banyak mengandung zat gizi, sedikit mengandung anti toxin, dan sebagainya.
Beberapa tanaman yang termasuk
dalam GMOs adalah :
· Pepaya. Khususnya
Pepaya Hawai yang saat ini sudah 80% tahan virus endemik.
· Kentang diberi Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai
pestisida alami. Selain itu juga dua gen resisten, blb1 dan blb2, yang berasal
dari kentang liar Mexico, Solanum
bulbocastanum. Pada 2005, sekitar 13 % kentang dibudidayakan di USA dan di
Kanada.
· Vegetable oil. Sebagian
besar menggunakan canola oil yang termasuk GMOs. Modifikasi genetik dibuat agar resisten
terhadap virus glyphosate atau glufosinate dan juga untuk meningkatkan komposisi
minyak.
· Jagung. Dibiakkan sejak
1997 di USA dan Kanada, 86 % dari jagung USA direkayasa secara genetik pada
2010 dan sebanyak 32 % jagung di dunia direkayasa secara genetik pada tahun
2011. Jagung hasil rekayasa mengekspresikan gen phosphinothricin
acetyltransferase sehingga menunjukkan perbedaan signifikan pada kandungan
lemak dan karbohidrat jika dibandingkan dengan jagung non rekayasa genetik.
· Gula. Saat ini terjadi
peralihan penggunaan tebu dengan GM sugar beets. Sugar beets adalah tanaman
tahan hama yang telah ditanam di Australia, Canada, Colombia, EU, Japan, Korea,
Mexico, New Zealand, Philippines, Russian Federation, Singapore dan USA. Gula
yang berasal dari GM sugar beets lebih murni dan tidak mengandung DNA atau
protein, hanya mengandung sukrosa.
· Kedelai. Untuk membuat
kedelai menjadi resisten, dipakailah gen 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate
synthase dari Agrobacterium. Studi menemukan bahwa perubahan ini berakibat
perubahan yang signifikan pada kandungan genistein (isoflavone) dan tripsin
inhibitor. (Bawa, 2012).
Bartholomaeus, A., Parrott, W., Bondy, G., Walker, K., & ILSI International Food Biotechnology Committee Task Force on the Use of Mammalian Toxicology Studies in the Safety Assessment of GM Foods. (2013). The use of whole food animal studies in the safety assessment of genetically modified crops: Limitations and recommendations. Critical Reviews in Toxicology, 43(sup2), 1-24.
Bawa, A. S., & Anilakumar, K. R. (2013). Genetically modified foods: safety, risks and public concerns—a review. Journal of food science and technology, 50(6), 1035-1046.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar